Profil Desa Gunungsugih
Ketahui informasi secara rinci Desa Gunungsugih mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Jelajahi profil Desa Gunungsugih, Kecamatan Salem, Brebes, sebuah desa agraris berakar budaya Sunda yang kuat di dataran tinggi. Temukan potensi ekonomi, kondisi geografis, demografi, serta kehidupan sosial masyarakatnya yang unik dan tangguh.
-
Benteng Budaya Sunda
Desa Gunungsugih merupakan salah satu kantong budaya Sunda yang kental di Jawa Tengah, tercermin dari bahasa sehari-hari, adat istiadat, dan tradisi komunal seperti Ambengan
-
Potensi Agraris di Dataran Tinggi
Berada di lembah subur yang dikelilingi perbukitan, ekonomi desa bertumpu pada sektor pertanian, perkebunan, dan hasil hutan pinus, menunjukkan potensi besar untuk pengembangan agribisnis
-
Lokasi Strategis dengan Tantangan Infrastruktur
Meskipun memiliki lokasi terpencil di pegunungan selatan Brebes, posisinya yang dialiri Sungai Ciparay dan dikelilingi hutan menjadi aset sumber daya alam sekaligus tantangan dalam hal aksesibilitas dan konektivitas

Tersembunyi di antara lembah perbukitan yang subur di ujung barat daya Kabupaten Brebes, Desa Gunungsugih di Kecamatan Salem hadir sebagai representasi wajah pedesaan yang tangguh. Wilayah ini tidak hanya menjadi lumbung pangan bagi sekitarnya, tetapi juga benteng pelestarian budaya Sunda yang hidup harmonis di tengah dominasi budaya Jawa di sekelilingnya. Dengan topografi yang menantang dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Gunungsugih menyimpan potensi besar yang menanti untuk dikembangkan secara optimal.
Desa ini merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat agraris yang menggantungkan hidupnya pada kesuburan tanah dan kelestarian alam. Aktivitas penduduknya didominasi oleh pertanian, peternakan dan penyadapan getah pinus, membentuk ritme ekonomi yang selaras dengan alam. Di balik ketenangannya, Gunungsugih menyimpan dinamika sosial dan ekonomi yang menarik untuk ditelusuri lebih dalam.
Geografi dan Wilayah Administratif
Secara geografis, Desa Gunungsugih terletak pada ketinggian antara 300 hingga 760 meter di atas permukaan laut (mdpl). Posisinya yang berada di sebuah lembah menjadikan wilayah ini dikelilingi oleh perbukitan hijau, dengan kontur tanah yang bervariasi dari landai hingga curam. Kondisi ini membuat desa memiliki hawa yang sejuk dan pemandangan alam yang asri. Kehidupan desa dibelah oleh aliran Sungai Ciparay, yang menjadi sumber air vital untuk irigasi pertanian sekaligus urat nadi ekologis bagi wilayah sekitarnya.
Berdasarkan data dari publikasi "Kecamatan Salem Dalam Angka 2016" yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), luas wilayah Desa Gunungsugih tercatat sebesar 371,26 Hektare (Ha) atau sekitar 3,71 kilometer persegi. Dari total luas tersebut, sebagian besar merupakan lahan produktif yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Penggunaan lahan ini terbagi atas lahan persawahan seluas 71,12 Ha dan lahan bukan sawah, yang mencakup tegalan, kebun, dan permukiman, seluas 300,14 Ha.
Secara administratif, Desa Gunungsugih termasuk dalam wilayah Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Batas-batas wilayah Desa Gunungsugih dapat diuraikan sebagai berikut:
Di sebelah Utara, desa ini berbatasan dengan Desa Gunung Larang.
Di sebelah Timur, wilayahnya bersinggungan dengan Desa Ganggawang.
Di sebelah Selatan, berbatasan dengan wilayah perbukitan dan hutan.
Di sebelah Barat, berbatasan langsung dengan pusat Kecamatan Salem.
Lokasinya yang terpencil menjadi sebuah karakteristik unik. Kecamatan Salem sendiri sering digambarkan seperti mangkuk raksasa, dikelilingi oleh Pegunungan Lio Kumbang di sisi utara dan Perbukitan Baribis di selatan, menjadikan desa-desa di dalamnya, termasuk Gunungsugih, memiliki akses yang cukup menantang namun terlindungi secara alami.
Demografi dan Kependudukan
Menurut data Sensus Penduduk 2020 yang dirilis oleh BPS, jumlah penduduk Desa Gunungsugih mencapai 1.873 jiwa. Dengan luas wilayah 3,7126 kilometer persegi, kepadatan penduduk di desa ini dapat diperkirakan sekitar 505 jiwa per kilometer persegi. Angka ini menunjukkan tingkat kepadatan yang cukup rendah, khas wilayah pedesaan dengan lahan yang masih luas.
Komposisi penduduk Desa Gunungsugih sangat homogen, mayoritas merupakan masyarakat Suku Sunda. Hal ini menjadi keunikan tersendiri, mengingat Kabupaten Brebes secara umum didominasi oleh budaya dan bahasa Jawa. Di Kecamatan Salem, termasuk Gunungsugih, bahasa Sunda dengan dialek khasnya digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Ini menjadikan Salem sebagai enklave budaya Sunda di Jawa Tengah.
Masyarakatnya dikenal hidup dalam kerukunan dan harmoni, dengan nilai-nilai gotong royong yang masih sangat kental. Kehidupan sosial diatur oleh norma adat dan agama yang berjalan beriringan. Struktur sosial ini menjadi fondasi utama dalam menjaga stabilitas dan kebersamaan warga dalam menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kegiatan pertanian hingga penanganan bencana alam seperti tanah longsor yang rawan terjadi di wilayah perbukitan. Sebagian penduduk usia produktif memilih untuk merantau ke kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung untuk mencari peluang kerja, namun tetap menjaga ikatan kuat dengan kampung halaman.
Potensi Ekonomi dan Sumber Daya Alam
Perekonomian Desa Gunungsugih bertumpu pada sektor agraris. Kesuburan tanah vulkanik di lembah perbukitan menjadi modal utama bagi penduduk untuk mengembangkan berbagai komoditas pertanian. Padi merupakan tanaman utama yang dibudidayakan di lahan-lahan sawah yang dialiri oleh Sungai Ciparay. Selain padi, masyarakat juga menanam palawija seperti jagung, singkong, dan sayur-mayur untuk konsumsi sendiri maupun dijual ke pasar lokal di pusat kecamatan.
Di luar lahan sawah, perkebunan rakyat menjadi sumber pendapatan penting lainnya. Komoditas seperti kopi, kapulaga, dan cengkeh mulai dikembangkan oleh sebagian petani, meskipun skalanya belum besar. Potensi perkebunan ini sangat menjanjikan mengingat kondisi iklim mikro di dataran tinggi Salem yang mendukung pertumbuhan tanaman bernilai ekonomi tinggi.
Salah satu pilar ekonomi yang khas di wilayah ini ialah pemanfaatan hasil hutan, khususnya penyadapan getah dari hutan pinus milik Perhutani yang mengelilingi desa. Banyak warga bekerja sebagai penyadap getah pinus (pynus), yang hasilnya kemudian dijual kepada pengepul. Sektor peternakan juga berkembang baik sebagai usaha sampingan. Hampir setiap rumah tangga memiliki ternak seperti ayam, kambing, atau domba yang dipelihara secara tradisional sebagai tabungan hidup. Profesi lain yang ditekuni warga meliputi perdagangan, guru, dan buruh harian.
Infrastruktur dan Pembangunan
Sebagai wilayah yang berada di daerah terpencil, pembangunan infrastruktur di Desa Gunungsugih menghadapi tantangan tersendiri. Akses jalan utama yang menghubungkan desa dengan pusat kecamatan sudah beraspal, namun kondisinya di beberapa titik memerlukan perhatian lebih, terutama karena kontur geografis yang berbukit dan rawan longsor saat musim hujan. Transportasi umum yang tersedia yakni minibus dan ojek, yang menjadi andalan warga untuk mobilitas menuju pasar atau kota terdekat.
Dalam hal fasilitas publik, Desa Gunungsugih telah memiliki sarana pendidikan dasar berupa sekolah dasar negeri. Untuk melanjutkan ke jenjang SMP atau SMA, para siswa harus pergi ke pusat kecamatan. Fasilitas kesehatan seperti puskesmas pembantu (Pustu) juga telah tersedia untuk melayani kebutuhan kesehatan dasar masyarakat.
Pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan kualitas infrastruktur untuk membuka isolasi wilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kualitas jalan, pembangunan jembatan, serta perluasan jaringan listrik dan telekomunikasi menjadi prioritas. Kehadiran dana desa juga memberikan ruang bagi pemerintah desa untuk melaksanakan pembangunan skala kecil yang lebih menyentuh kebutuhan langsung masyarakat, seperti perbaikan jalan lingkungan, pembangunan saluran irigasi sederhana, dan pemberdayaan masyarakat.
Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial di Desa Gunungsugih diwarnai oleh kuatnya tradisi dan adat istiadat Sunda. Salah satu tradisi yang hingga kini masih lestari ialah "Ambengan". Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur masyarakat yang diekspresikan melalui kegiatan makan bersama di masjid pada momen-momen tertentu, seperti bulan Rajab, Maulid Nabi, malam 10 Suro, serta pada malam-malam ganjil di akhir bulan Ramadan.
Dalam tradisi Ambengan, setiap keluarga membawa makanan dari rumah (disebut ambeng) ke masjid. Setelah didoakan oleh tokoh agama setempat, makanan tersebut kemudian disantap bersama-sama. Tradisi ini tidak hanya mengandung nilai religius dan rasa syukur, tetapi juga memperkuat nilai-nilai persaudaraan, gotong royong, dan sedekah di antara warga. Momen ini menjadi ajang silaturahmi yang efektif untuk merekatkan hubungan sosial.
Selain itu, kesenian dan budaya Sunda lainnya juga masih dapat dijumpai dalam berbagai upacara adat, meskipun intensitasnya mungkin tidak seperti di masa lalu. Semangat kebersamaan ini menjadi modal sosial yang sangat berharga bagi Desa Gunungsugih dalam membangun wilayahnya secara mandiri dan berkelanjutan.